Rabu, 19 Maret 2014

RESUME ARTIKEL “SEKALI LAGI TENTANG KOMIK”



RESUME ARTIKEL

“SEKALI LAGI TENTANG KOMIK”
Oleh
Drs. Jajang Suryana, M.Sn.
di Resume oleh
Ni Komang Tirta Yoga Pramoda Wardani (1111031203)

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemikiran manusia juga ikut berkembang ke arah yang lebih kompleks. Pengertian komik seperti yang diungkapkan para penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut pengertian komik sebagai "cerita bergambar  yang umumnya mudah dicerna dan lucu" (Moeliono, djp., 1990: 452). Pada dasarnya komik adalah semua jenis buku cerita yang dilengkapi gambar. Komik bukan cergam (cerita bergambar). "Dalam cergam, gambar berperan sebagai ilustrasi, pelengkap tulisan, sehingga sebetulnya tanpa hadirnya gambarpun cerita masih bisa dinikmati pembacanya" (Masdiono, 1988: 9). Jadi lebih tepatnya, komik adalah gam-cer (gambar bercerita).
Sejarah gambar cerita di manca negara  menurut hasil penafsiran para ahli, telah ada sejak masa prasejarah. Gambar-gambar yang menghiasi dinding-dinding gua di Gua Lascaux, Perancis Selatan atau di Gua Lelang-Leang, Sulawesi Selatan, tulisan hieroglyph di dinding kuil Mesir, piktograf suku-suku Indian di Amerika, maupun goresan-goresan gambar pada tebing di Irian Jaya, adalah gambar yang bercerita. Wayang dikenal pula pernah mengalami masa gambar cerita. Gambar pada daun lontar yang dikenal dengan sebutan prasi, menjadi bukti yang sama tentang gambar cerita masa lalu. (Jakarta-Jakarta, No. 99, 1988: 18).
            Dari tahun ke tahun terjadi kecenderungan baru di Amerika, tahun 1910-an terbitnya komik yang lebih intelektual dan di tahun 1924-an kecenderungan itu berubah, ke arah cerita kemasyarakatan. Tampaknya, kini komik dengan berbagai tema cerita muncul secara berbarengan dari para pekomik Jepang. Dari komik keluaran Jepang ternyata telah mengilhami para pekomik muda Indonesia.
Akan tetapi kini buku komik tidak semata berisi cerita gambar lucu dan mudah dicerna. Cerita komik masa kini banyak yang menggambarkan kekerasan keruwetan, kebengisan, kesadisan, bahkan kecabulan. Masing-masing perusahaan komik dari masing-masing Negara memiliki ciri khas dalam pembuatan komik bahkan dalam satu Negara bisa saja memiliki perusahaan komik lebih dari satu dan masing-masing perusahaan memiliki gambaran karakter-karakter tokoh yang berbeda-beda pada isi komik.
            Komik-komik buatan perusahaan  Jepang memang sangat beragam, tema ceritanya terdiri atas cerita untuk anak-anak, cerita untuk anak tetapi ditujukan untuk orang dewasa, cerita remaja, dan cerita orang dewasa murni. Kini, sudah banyak perusahaan komik maupun film kartun, yang memproduksi karya senimannya, khusus untuk konsumsi orang dewasa. Tetapi, karena anggapan umum bahwa komik maupun kartun adalah untuk anak-anak, begitu banyak orang tua yang kurang memperhatikan anak-anak pada saat membaca komik maupun menonton film-film kartun untuk orang dewasa. Dalam penayangan film kartun bisa saja terdapat banyak adegan-adegan yang pada usia anak-anak belum sepantasnya untuk dipertontonkan.
Di Indonesia belum tercatat kasus menggemparkan akibat pengaruh komik, hal ini terkait dengan masih rendahnya minat baca masyarakat kita. Namun kini, setelah komik-komik asing dimunculkan lengkap dengan film animasi cerita yang sama di televisi, video game, play station, x-box, video compact disk (VCD), game personal computer, dan yang lebih memasyarakat yaitu game dalam telesel (telefon seluler) minat “pembaca” muda Indonesia tampaknya mulai bangkit. Akibat langsung dari film animasi dan lebih khusus komik bisa tampak dari kesukaan siswa sekolah dasar mengoleksi buku komik dan meniru-niru bentuk tokoh kesayangan mereka dalam bentuk gambar.
Komik dalam seni rupa termasuk karya gabungan. Beberapa kegiatan seni bisa muncul di sana. Seni rupa sebagai induk kegiatan utamanya (seni gambar, seni ilustrasi, dan seni grafis), dipadu dengan unsur seni sastra. Tetapi banyak kalangan teoretisi seni rupa maupun sastra yang enggan memasukkan komik ke dalam kategori seni utama. Dalam bidang seni rupa, komik tidak dimasukkan ke dalam kelompok karya seni rupa utama. Begitu pun dalam seni sastra, cerita komik tidak dimasukkan sebagai karya sastra utama.
            Pada teori seni rupa barat, jenis hasil kegiatan maupun teori tentang seni yang tidak termasuk kelompok seni murni, kurang banyak dibahas. Padahal dalam teori seni rupa barat mengenal pemilihan kelompok seni rupa dalam dua bentuk yaitu seni murni (terjemah dari pure art), sering juga disebut dalam kelompok seni utama (major art), dan seni terap (applied art) atau tergolong seni remeh (minor art).
Yang termasuk kategori seni remeh banyak sekali, yaitu jenis kegiatan seni rupa di luar kelompok seni murni. Sangat sulit sekali kita menemukan buku yang isinya merupakan bahasan mendalam tentang seni-seni terapan ini yang digandengkan dengan bahasan seni murni. Komik, sebagai kelompok seni remeh, berada pada posisi tersebut, posisi yang kurang diperhitungkan keberadaannya. Beda halnya dengan sikap penulis buku antropologi seni. Para penulis buku ini tidak memilah seni rupa berdasarkan murni-terap atau utama-remeh. Semua jenis seni rupa dibahas secara lengkap sebagai kajian yang memiliki kesamaan posisi.
Teori seni rupa barat pada awalnya diciptakan oleh pelaku seni rupa kota dengan tujuan untuk membedakan kelas sosial pelaku seni rupa antara orang desa (non akademisi/pedesa) dan orang kota (akademisi/pekota). Dari segi penamaannya pun juga mengalami perbedaan, dimana pelaku seni rupa di kota menyebut  dirinya sebagai artist (seniman) sedangkan orang desa mereka sebut sebagai perajin (artisan). Padahal dari karya seni yang dihasilkan oleh pelaku seni rupa di desa tidak kalah bagusnya dengan karya seni yang dihasilkan oleh pelaku seni rupa kota. Hanya saja dari segi pendidikan pelaku seni rupa kota mendapat pendidikan khusus dan pelaku seni rupa di desa tidak mendapat pendidikan khusus. Teori seni rupa Barat dengan segala latar belakang kondisi budayanya, diserap secara lengkap oleh para ahli teori seni rupa Indonesia. Begitu di Barat, begitu  juga di lingkungan masyarakat seni Indonesia. Pekomik, dalam teori seni rupa Indonesia hanya dihargai sebagai perajin saja, yaitu pelaku seni yang karyanya terkait dengan urusan pesanan, jual-beli, dan sejenisnya.
Irama perkembangan masing-masing anak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, hal inilah menjadi penyebab terjadinya perbedaan intensitas perhatian anak terhadap kegiatan menggambar. Pada tahapan tertentu anak-anak usia sekolah dasar menggambar dengan cara meniru. Pada usia 5-9 tahun anak-anak suka meniru gambar dalam buku bacaan, ataupun gambar tokoh-tokoh cerita yang sangat disukainya. Anak-anak tertentu yang memiliki pembawaan khusus, pada usia 2,8 tahun sudah bisa meniru gambar tokoh cerita yang sangat disukainya.

Seni Rupa_membatik sederhana



DESKRIPSI HASIL
MEMBATIK SEDERHANA

            Ketika kita mendengar kata membatik maka terlintas dibenak kita suatu karya seni yang dalam proses pembuatannya menggunakan media “canting” dan tentunya batik pun memiliki nilai estetis dan nilai fungsional. Dikatakan memiliki nilai estetis dikarenakan batik memiliki corak yang indah. Sedangkan dikatakan memiliki nilai fungsional, apabila teknik membatik tersebut digunakan pada pakain/tekstil.
            Dalam pengajaran seni rupa di Sekolah Dasar, maka dipandangperlu untuk mengajarkan cara menggambar menggunakan prinsip membatik sederhana. Ketika pertemuan perkuliahan seni rupa minggu lalu kami mendapat pengetahuan tentang bagaimana cara menggambar menggunakan prinsip membatik sederhana. Pelajaran membatik sederhana ini dapat diterapkan di jenjang pendidikan sekolah dasar, yakni dengan memadukan satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya (pembelajaran tematik) misalnya dengan memadukan seni rupa, IPA, Bahasa Indonesia. Kita bisa membuat ragam hias dari gabungan 3 mata pelajaran tersebut.
            Dalam membatik sederhana diperlukan pewarna, media misalnya kain, dan perintang (lilin). Kegunaan lilin disini untuk membentuk sesuatu, karena fungsinya disini lilin digunakan sebagai perintang. Apabila lilin dicoretkan pada kain, maka bekas dari coretan lilin tersebut tidak akan berubah warnanya ketika kain dilumuri dengan pewarna. Pada kegiatan menggambar menggunakan prinsip sederhana ini, kami menggunakan kertas A4 sebagai pengganti kain dan krayon sebagai perintang (sifat krayon dan lilin sama).
            Langkah pertama yang kami lakukan adalah membuat hiasan (gambar) dari krayon, langkah ke dua penutupan dengan cat air. Kesulitan yang saya temukan ketika bereksplorasi membatik sederhana adalah ketika perintangnya menggunakan lilin, saat saya coretkan lilin pada kertas lilinnya tidak bisa memperlihatkan warna secara jelas maka alternative yang saya lakukan adalah dengan mengganti perintang dengan menggunakan krayon, dari hasil eksplorasi krayon memiliki struktur warna yang lebih bagus dari pada lilin. Kesulitan selanjutnya adalah menentukan warna krayon dan cat air (menentukan warna yang tidak saling berdekatan), agar ketika penumpukan warna dilakukan salah satu warnanya ada yang tidak terlihat, alternative yang saya lakukan adalah diskusi dengan teman sebelah menentukan warna yang tidak saling berdekatan. Saat saya bereksplorasi ada sesuatu yang saya temukan ketika bagian hiasan yang warnanya tebal hasil coretan krayon, dan kemudian saya menutup dengan cat air terlihat bahwa struktur bentuk dari gambar yang dihasilkan semakin jelas begitu pula sebaliknya apabila coretannya tipis maka struktur gambar yang terbentuk kurang jelas. Berikut ini, adalah potret hasil membatik sederhana saya,

            Sekian, pemaparan materi dari saya mohon maaf apabila ada salah kata dalam penyampaian materi. Terima kasih

Sabtu, 08 Maret 2014

PENDIDIKAN SENI RUPA



PERTEMUAN I
SEKAPUR SIRIH PENDIDIKAN SENI RUPA

            Menjadi guru SD adalah impian saya. Tentunya sebagai seorang guru SD kita tidak hanya dituntut untuk mampu menguasai 5 (lima) mata  pelajaran yaitu IPA,IPS, Matematika, PKn, dan Bahasa Indonesia. Akan tetapi juga kita dituntut untuk menguasai mata pelajaran muatan lokal, salah satunya adalah Seni. Seni itu beragam jenisnya, kali ini saya akan memaparkan sedikit pengalaman selama mengikuti perkuliahan pendidikan seni rupa. Dalam kurikulum jurusan PGSD, pendidikan seni rupa termasuk di dalamnya. Mata kuliah ini muncul di semester VI pada kurikulum PGSD tahun 2010. Dosen pengampu mata kuliah ini adalah Bapak Drs.Jajang S. M.Si. Untuk kelas E semester 6.
            Pada pertemun awal, adapun kegiatan yang dilakukan adalah perkenalan, kontrak kuliah, dan pengetahuan tentang seni rupa. Dapat saya rangkum sedikit penjelasan dari Bapak dosen pengampu bahwasannya seni itu berkaitan dengan penghargaan dan keimanan serta mengajari anak-anak untuk  bersyukur. Seni rupa adalah seni yang mengutamakan bentuk atau rupa. Adapun jenis seni rupa yaitu seni lukis, seni reklame, seni patung, seni keramik, seni ukir, seni tekstil, seni ilustrasi, seni fotografi, seni kaligrafi, dan sebagainya. Dari sekian jenis seni rupa tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam seni murni dan seni terapan. Karya seni murni merupakan karya seni yang mengutamakan keindahan sedangkan karya seni terapan karya seni yang mengutamakan kegunaan (fungsional).
            Setelah memaparkan sedikit pengetahuan tentang seni rupa, untuk minggu depannya kami ditugaskan untuk membawa peralatan untuk praktik seperti cat air, kuas cat air, kuas cat minyak, tempat air, lap, palet, kertas, kertas gambar A4, Koran, dan tempat air. Kami akan diajarkan bagaimana cara mencampur warna-warna dasar pada cat air dengan membuat pola-pola hingga menciptakan warna baru dari hasil penumpukan warna-warna dasar tersebut.
            Hanya itu pemaparan sedikit tentang pelaksanaan perkuliahan pendidikan seni rupa pada pertemuan 1, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyampaian.  Sekian dan terima kasih :) .

PERTEMUAN KE 2
DESKRIPSI HASIL KARYA SENI RUPA
(EKSPLORASI WARNA DENGAN CAT AIR)

            Akhirnya minggu ke 2 pertemuan seni rupa pun tiba, sesuai dengan arahan pak dosen pengampu sebelumnya kami sudah membawa peralatan yang diperlukan. Ketika melaksanakan kegiatan bereksplorasi dengan cat air, dimana sesuai dengan petunjuk dari bapak dosen pengampu bahwasannya ketika mencampur warna hendaknya jangan mencampur warna pada palet, akan tetapi kita bereksplorasi menggunakan warna dasar misalnya warna merah atau biru di kertas gambar A4, warna itu kita bentuk sesuai dengan pola yang kita inginkan misalnya membentuk pola lingkaran, segitiga, dan sebagainya tergantung imajinasi kita. Setelah warna yang kita oleskan pada kertas gambar kering barulah kita menumpuk warna tersebut dengan warna lain. Untuk menghasilkan warna baru hendaknya antara warna dasar dan warna penumpuk corak warnanya tidak terlalu dekat, misalnya antara warna merah dan coklat jika ditumpuk tampak tidak ada kesan timbulnya warna baru, ini adalah kesalahan saya ketika menumpuk warna. Dari kesalahan tersebutlah saya akhirnya menjadi tahu bagaimana tekhnik yang benar ketika mencampur warna dan menghasilkan warna baru. Berikut ini adalah hasil karya saya dengan mengaplikasikan cat air dengan beberapa warna,
            Dari percobaan mengaplikasikan beberapa warna cat air pada kertas gambar, seperti gambar di atas terlihat bahwa terjadi pembentukan warna baru dari penumpukan warna-warna. Meskipun dari percobaan yang saya lakukan kurang terlihat adanya perbedaan warna dasar dan warna penumpuk.
Selain memberikan tekhnik mencampur warna, Bapak dosen pengampu juga memberikan pengetahuan yang menurut saya itu baru dan mungkin akan menarik jika diajarkan di SD. Tekhnik itu sederhana akan tetapi juga diperlukan ketelitian, imajinasi, serta skill di dalam pembuatannya. Jika kita salah memposisikan warna dan kurang mengerti dengan tekniknya maka gambar yang dihasilkan juga kurang baik. Bapak dosen pengampu memberikan contoh cara pembuatannya, pertama dengan melipat kertas gambar A4 menjadi 2 bagian yang sama kemudian satu bagian diisi dengan berbagai warna dari cat air serta memposisikan warna-warna tersebut sesuai dengan bentuk yang ingin dibuat. Setelah selesai mengisi warna di atas kertas, langkah selanjutnya adalah menutup bagian kertas yang diisi warna dengan kertas yang tidak diisi warna, dalam keadaan tertutup kertas tersebut ditarik dengan penggaris. Setelah dibuka, alhasil karya yang terbentuk menyerupai binatang dan sangat bagus. Saya menjadi tertarik untuk mencobanya, meskipun sudah beberapa kali saya mencoba gagal, ini dikarenakan penempatan posisi warna yang kurang pas, terlalu lama membiarkan warna dalam posisi terbuka sehingga ketika di tarik kertas menjadi rusak, imajinasi yang kurang sehingga menjadi kesulitan dalam menentukan pola yang diinginkan seperti apa. Berikut ini hasil eksplorasi saya, mohon maaf jika karyanya kurang bagus karena saya bukan orang seni hehee…..

            Sekiranya, itu pengalaman hasil eksplorasi saya tentang materi yang diajarkan pada pertemuan ke 2 ini. Terima kasih :)


















 PERTEMUAN 3
MENGANALISIS PENGELOMPOKAN KARYA SENI RUPA BERDASARKAN KENYATAAN DI LAPANGAN SESUAI DENGAN TEORI SENI RUPA BARAT

            Setelah minggu lalu praktek mengeksplorasi warna dengan cat air, maka pada pertemuan ke tiga ini kami tidak lagi kuliah praktek akan tetapi kuliah teori, tentang teori seni rupa barat.  Adapun penjabaran teori seni rupa barat yang dapat saya rangkum dari bapak dosen pengampu adalah:
            Teori seni rupa barat pada awalnya diciptakan oleh pelaku seni rupa kota dengan tujuan untuk membedakan kelas sosial pelaku seni rupa antara orang desa (non akademisi/pedesa) dan orang kota (akademisi/pekota). Dari segi penamaannya pun juga mengalami perbedaan, dimana pelaku seni rupa di kota menyebut  dirinya sebagai artist (seniman) sedangkan orang desa mereka sebut sebagai perajin (artisan). Padahal dari karya seni yang dihasilkan oleh pelaku seni rupa di desa tidak kalah bagusnya dengan karya seni yang dihasilkan oleh pelaku seni rupa kota. Hanya saja dari segi pendidikan pelaku seni rupa kota mendapat pendidikan khusus dan pelaku seni rupa di desa tidak mendapat pendidikan khusus.
            Berkaitan dengan seni murni dan seni terapan, menurut seni rupa barat seni murni merupakan suatu karya seni yang mengutamakan segi estetika,  sedangkan seni terapan mengutamakan segi kegunaan (fungsional). Berikut ini saya mencoba menganalisis dan mengelompokkan jenis-jenis seni rupa ke dalam seni murni dan seni terapan.

Tabel 1. Analisis Jenis-Jenis Seni Rupa
Seni Murni
Seni Terapan
Seni lukis
Seni ukir
Seni ukir
Seni reklame
Seni patung
Seni fotogarfi
Seni kaligrafi
Seni keramik
Seni fotografi
Seni tekstil
Seni ilustrasi
-
Seni mozaik
-
 Pembahasan :
  1. Seni lukis, digolongkan ke dalam seni murni. Karena pada lukisan fungsinya hanya sebagai pajangan, dan tidak mempunyai nilai fungsi.
  2. Seni ukir, digolongkan ke dalam seni murni dan terapan. Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, seni ukir ini tidak hanya berfungsi untuk memperindah sesuatu akan tetapi seperti kenyataannya di lapangan seni ukir ini telah memiliki nilai fungsi baru yaitu sebagai seni terapan juga. Misal contohnya ukiran pada pintu, seperti yang kita ketahui pintu itu memiliki nilai fungsional yang berguna untuk membuka dan menutup ruangan.
  3. Seni patung digolongkan ke dalam seni murni, karena patung hanya memiliki nilai keindahan saja.
  4. Seni fotografi, sesuai dengan kenyataan di lapangan memiliki dua nilai sekaligus yaitu nilai murni dan nilai terapan. Ketika foto hanya digunakan sebagai pajangan saja maka ia memiliki nilai murni. Ketika foto digunakan untuk membantu menginformasikan sesuatu maka akan memiliki nilai terapan.
  5. Seni kaligrafi, ilustrasi, mozaik digolongkan ke dalam seni murni. Karena sesuai dengan pengertian kaligrafi yaitu seni menulis indah, dari pernyataan tersebut dapat kita simpulkan seni kaligrafi tidak memiliki nilai fungsional, kita hanya bisa menikmati keindahan tulisannya saja. Seni ilustrasi dan mozaik, digolongkan ke dalam seni murni karena sesuatu yang dihasilkan berupa gambar yang berfungsi untuk memperjelas suatu pernyataan, di dalam seni ilustrasi terdapat nilai keindahannya begitu pula pada seni mozaik.
  6. Seni reklame, contoh dari seni reklame misalnya brosur, spanduk, baliho, stiker, dsb. Dari sekian jenis reklame tersebut sama-sama berfungsi menginformasikan sesuatu, sehingga disebut sebagai seni terapan.
  7. Seni keramik, contoh seni keramik misalnya vas bunga yang terbuat dari tanah liat, vas bunga tersebut berfungsi sebagai wadah dari bunga agar tidak jatuh. Sehingga seni keramik dapat digolongkan sebagai seni terapan.
  8. Seni tekstil, contoh seni tekstil misalnya pakaian yang kita kenakan itu menandakan bahwa seni tekstil dapat dikategorikan sebagai seni terapan.
 Hanya sekian hasil analisis dari saya, apabila ada kritik maupun saran saya persilahkan untuk comment, terima kasih :).